Rabu, 16 Maret 2016
Di Sidang Dewan HAM, Solomon Minta PBB Turun ke Papua
TEMPO.CO, Jayapura - Sidang
Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) ke-31 di Jenewa, Swiss berlangsung sejak
29 Februari hingga 24 Maret mendatang. Berbagai issu HAM di berbagai
negara anggota PBB disampaikan dalam sidang ini. Salah satunya, isu HAM
di Papua yang disampaikan oleh Kepulauan Solomon.
Dalam sesi pleno 15 Maret, Barrett Salato yang menjadi Ketua delegasi Kepulauan Solomon di sidang Dewan HAM PBB menyampaikan beberapa isu HAM di Papua yang menjadi perhatian bukan saja Kepulauan Solomon, namun juga Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF).
“Kami sangat menghargai pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Melalui Otonomi Khusus ini, banyak sumberdaya pembangunan yang disediakan untuk Papua, termasuk untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kami juga mengapresiasi meningkatnya perhatian Presiden Indonesia, Joko Widodo kepada Papua sejak ia terpilih sebagai presiden,” kata Barrett Salato.
Meski demikian, lanjut Barrett Salato, negaranya memiliki kepedulian besar pada berbagai laporan tentang penahanan, pembunuhan, penyiksaan dan pembatasan kebebasan berekspresi dan berkumpul yang terjadi di Papua.
“Hal-hal ini menunjukkan indikasi kuat adanya diskriminasi rasial yang terjadi pada Orang Asli Papua (OAP) di tanah mereka sendiri,” lanjut Barrett Salato.
Kepulauan Solomon dan negara-negara Melanesia, menurut Barrett Salato juga prihatin dengan populasi OAP yang diperkirakan telah menjadi minoritas di Tanah Papua, sekitar 43 persen dari total populasi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Kami mendorong pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan Dewan HAM PBB memprioritaskan akses untuk Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi datang ke Papua,” kata Barrett Salato.
Kepulauan Solomon, ujar Barrett Salato, juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk merespons secara positif permintaan Ketua PIF, Peter O’Neill yang juga Perdana Menteri Papua Nugini, untuk mengizinkan misi pencari fakta HAM datang ke Papua untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
Mengenai misi pencari fakta yang merupakan resolusi pertemuan PIF di Port Moresby tahun lalu, Ketua PIF, Peter O’Neill telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada akhir Januari lalu untuk berkonsultasi tentang misi pencari fakta itu.
Namun Ketua MSG, Manasye Sogavare, usai bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama di Suva pekan lalu mengatakan belum ada jawaban pasti dari Pemerintah Indonesia.
“Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill, ia mengatakan ia masih berdiskusi dengan Presiden Indonesia, tentang bagaimana PIF bisa mengirimkan misi pencari fakta ke Indonesia,” kata Sogavare.
Dalam sesi pleno 15 Maret, Barrett Salato yang menjadi Ketua delegasi Kepulauan Solomon di sidang Dewan HAM PBB menyampaikan beberapa isu HAM di Papua yang menjadi perhatian bukan saja Kepulauan Solomon, namun juga Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF).
“Kami sangat menghargai pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Melalui Otonomi Khusus ini, banyak sumberdaya pembangunan yang disediakan untuk Papua, termasuk untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kami juga mengapresiasi meningkatnya perhatian Presiden Indonesia, Joko Widodo kepada Papua sejak ia terpilih sebagai presiden,” kata Barrett Salato.
Meski demikian, lanjut Barrett Salato, negaranya memiliki kepedulian besar pada berbagai laporan tentang penahanan, pembunuhan, penyiksaan dan pembatasan kebebasan berekspresi dan berkumpul yang terjadi di Papua.
“Hal-hal ini menunjukkan indikasi kuat adanya diskriminasi rasial yang terjadi pada Orang Asli Papua (OAP) di tanah mereka sendiri,” lanjut Barrett Salato.
Kepulauan Solomon dan negara-negara Melanesia, menurut Barrett Salato juga prihatin dengan populasi OAP yang diperkirakan telah menjadi minoritas di Tanah Papua, sekitar 43 persen dari total populasi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Kami mendorong pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan Dewan HAM PBB memprioritaskan akses untuk Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi datang ke Papua,” kata Barrett Salato.
Kepulauan Solomon, ujar Barrett Salato, juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk merespons secara positif permintaan Ketua PIF, Peter O’Neill yang juga Perdana Menteri Papua Nugini, untuk mengizinkan misi pencari fakta HAM datang ke Papua untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
Mengenai misi pencari fakta yang merupakan resolusi pertemuan PIF di Port Moresby tahun lalu, Ketua PIF, Peter O’Neill telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada akhir Januari lalu untuk berkonsultasi tentang misi pencari fakta itu.
Namun Ketua MSG, Manasye Sogavare, usai bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama di Suva pekan lalu mengatakan belum ada jawaban pasti dari Pemerintah Indonesia.
“Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill, ia mengatakan ia masih berdiskusi dengan Presiden Indonesia, tentang bagaimana PIF bisa mengirimkan misi pencari fakta ke Indonesia,” kata Sogavare.
Selasa, 01 Maret 2016
POLRI POLRES NABIRE DIPENJARAHKAN 2 ANAK SD.
ALEKS WAINE |
Kedua anak ini bernama Agustinus Goo anak kelas 6 SD yang hingga saat detik ini masih di tahan di porles nabire. Anak ini di tuduh mencuri hp dan lectop namun kenyataannya barang bukti yang di tudukan belum nyata.
Salah satunya bernama jhon magai anak kelas 5 SD yang di tahan 2 malam dan di keluarkan.
Kawan-kawan media saja masih di intimidasi oleh militer indonesia, media di nabire di jegat oleh militer.
Mohon atvikasinya kawan media dan hukum.
Langganan:
Postingan (Atom)