TEMPO.CO, Jayapura - Sidang
Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) ke-31 di Jenewa, Swiss berlangsung sejak
29 Februari hingga 24 Maret mendatang. Berbagai issu HAM di berbagai
negara anggota PBB disampaikan dalam sidang ini. Salah satunya, isu HAM
di Papua yang disampaikan oleh Kepulauan Solomon.
Dalam
sesi pleno 15 Maret, Barrett Salato yang menjadi Ketua delegasi
Kepulauan Solomon di sidang Dewan HAM PBB menyampaikan beberapa isu HAM
di Papua yang menjadi perhatian bukan saja Kepulauan Solomon, namun juga
Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF).
“Kami
sangat menghargai pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Melalui Otonomi
Khusus ini, banyak sumberdaya pembangunan yang disediakan untuk Papua,
termasuk untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kami juga
mengapresiasi meningkatnya perhatian Presiden Indonesia, Joko Widodo
kepada Papua sejak ia terpilih sebagai presiden,” kata Barrett Salato.
Meski
demikian, lanjut Barrett Salato, negaranya memiliki kepedulian besar
pada berbagai laporan tentang penahanan, pembunuhan, penyiksaan dan
pembatasan kebebasan berekspresi dan berkumpul yang terjadi di Papua.
“Hal-hal
ini menunjukkan indikasi kuat adanya diskriminasi rasial yang terjadi
pada Orang Asli Papua (OAP) di tanah mereka sendiri,” lanjut Barrett
Salato.
Kepulauan Solomon dan negara-negara Melanesia, menurut
Barrett Salato juga prihatin dengan populasi OAP yang diperkirakan telah
menjadi minoritas di Tanah Papua, sekitar 43 persen dari total populasi
di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Kami mendorong pemerintah
Indonesia untuk bekerjasama dengan Dewan HAM PBB memprioritaskan akses
untuk Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi datang ke Papua,”
kata Barrett Salato.
Kepulauan Solomon, ujar Barrett Salato, juga
mendesak Pemerintah Indonesia untuk merespons secara positif permintaan
Ketua PIF, Peter O’Neill yang juga Perdana Menteri Papua Nugini, untuk
mengizinkan misi pencari fakta HAM datang ke Papua untuk memastikan
adanya dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
Mengenai
misi pencari fakta yang merupakan resolusi pertemuan PIF di Port Moresby
tahun lalu, Ketua PIF, Peter O’Neill telah mengirimkan surat kepada
Presiden Joko Widodo pada akhir Januari lalu untuk berkonsultasi tentang
misi pencari fakta itu.
Namun Ketua MSG, Manasye Sogavare, usai
bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama di Suva pekan
lalu mengatakan belum ada jawaban pasti dari Pemerintah Indonesia.
“Dalam
pertemuan dengan Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill, ia mengatakan ia
masih berdiskusi dengan Presiden Indonesia, tentang bagaimana PIF bisa
mengirimkan misi pencari fakta ke Indonesia,” kata Sogavare.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar